Friday, May 25, 2007

Never Stop to Try

Ada tantangan yang menarik dari pimred, sy harus bisa membuat satu tulisan mengenai HPH (Hak Pengusahaan Hutan), kalau sy berhasil, sy akan diberangkatkan ke pedalaman Kalimantan untuk melihat lahan PT. Sari Bumi Kusuma yang memiliki HPH, kalau tidak salah 66.000 Ha, tapi sepertinya banyak yang meragukan sy...
Pertama, sy sama sekali tidak mengerti mengenai kehutanan, HPH atau apapun itu...jadi betapa sangat sia2 mengirimkan sy kesana karna tidak akan mampu membuat tulisan seperti yg diharapkan (berkualitas dan layak dimuat di BRAGA),
kedua, menurut sumber yg terpercaya, medan menuju kesana sangat berat untuk seorang perempuan (apalagi yg terlihat lemah seperti sy), 13 jam perjalanan, pesawat, boat, belum lagi semak belukar, hutan dan segala ancamannya...Apalagi sy belum pernah keluar Bogor sejauh itu,
Selama hidup sy, paling jauh tempat yg sy kunjungi adalah Yogyakarta, itupun difasilitasi oleh kantor, kendaraan, makan, penginapan, semua terjamin...dan saat itu sy hanya bolak-balik UGM-PPSJogja (Pusat Penyelamatan Satwa di Kulon Progo), tanpa melewati hutan apalagi harus tinggal di Hutan...(i'll never do that)
Tetapi, sy sangat ingin melakukan tugas ini, apapun tantangannya...
Betapapun semua orang meragukan sy, sy akan berusaha, sy tidak mau kehilangan kesempatan bagus ini, dan sy akan buktikan kalau sy bisa dan sy tidak selemah yg mereka bayangkan...
Semenjak Pa'Kafil menantang sy kemarin, sy banyak mulai banyak membaca mengenai HPH di internet, sy juga meminjam banyak buku mengenai hal tersebut di Perpustakaan PILI (Pusat Informasi Lingkungan Indonesia),
Luar biasa kuat keinginan ini membuat sy semangat yntuk mempelajari mengenai HPH, sy ingin membuktikan bahwa sy bersungguh-sungguh...kalaupun nantinya tetap tidak bisa pergi untuk tugas itu, sy tidak akan kecewa, karna tidak ada salahnya mempelajari sesuatu kan?

orang2 tetap berfikir bahwa yg bisa pergi kesana adalah laki2,, (bukankah ada yg namanya kesetaraan gender??Koq masih meragukan??)

Wednesday, May 16, 2007

Deadline nih!!!!

Gila, ini udah hari rabu minggu kedua, dan itu berarti deadline untuk profil pengusaha yg harus saya buat dalam rubrik PETANDANG,
Dan sampai detik ini saya belum berhasil menemui apalagi mewawancarai satu orang pun pengusaha yg ada di muka bumi ini, jangankan ketemu, menghubungi lewat telpon aja susahnya setengah mateng...
Maklum sih, mereka kan orang yg luar biasa sibuk, jadinya ga aneh kalau susah ditemui,
Tapi saya ini kan Wartawan???seharusnya saya berhasil dapet sepatah dua patah kata dari mereka,
Dari beberapa nama yg jadi kandidat untuk wawancara seperti Haris (katanya Pengusaha Batubara), Chairul Tanjung (Komisaris Utama Trans TV), sampai Peter F Gontha (tau dong Peter F Gontaha itu siapa...),
Yups, semuanya gatot alias gagal total...
Kata Pa Kafil Yamin sebagai Redaktur, sebaiknya saya istirahat dulu saja...(Oke Pak!!!)
Tapi harus siap kalau besok atau lusa dihubungi untuk wawancarain seseorang...(Yaa...kan liburan 4hari pa?masa harus kerja juga?) :(

Tuesday, May 15, 2007

I Wayan Balawan

Masyarakat pecinta musik pasti sudah mengenal nama ini, Balawan, seorang musisi dengan teknik gitar yang khas. Lahir dan besar di Bali membuatnya sangat erat dengan kesenian. Kini, cita-citanya adalah menyadarkan generasi muda akan kesenian Indonesia dengan musik yang dimainkan bersama Bandnya, Batuan Ethnic Fusion.

Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, Balawan sudah piawai memainkan alat musik, talenta itu pula yang membuatnya survive. Keinginannya yang besar untuk berbagi kemampuannya kepada orang lain, menggugah Balawan untuk membuka sekolah musik di Bali. Saat ini, obsesi pria kelahiran 34 tahun silam ini ingin membuat Video Lesson bermain gitar. Namun, karena banyak pembajakan di Indonesia membuat Balawan berpikir dua kali untuk mewujudkannya.

“Mungkin nanti Video Lesson itu akan dijual satu paket dengan CD saya,” ujar musisi yang lebih memilih tinggal di tanah kelahirannya, Bali.

Selain usaha-usahanya dalam meningkatkan kualitas musik Indonesia, Balawan juga berharap besar pada media agar lebih banyak menghadirkan acara-acara apresiasi, bukan hanya entertainment. Diakuinya, keberadaan musisi di Indonesia tidak seperti musisi di negara lain.

“Banyak musisi hebat disini yang tidak terlalu mendapat respon masyarakat,” ujar musisi yang lebih banyak mendapatkan inspirasi di Bali, “apa-apa dilihat dari sisi marketing, sesuatu yang lebih menjual itulah yang lebih banyak ditonjolkan,” tambahnya.

Balawan menyebut dirinya termasuk orang yang idealis, dia tidak terlalu memikirkan popularitas, saat ini dia hanya ingin berkarya sebaik mungkin. Baginya, seorang Legend adalah orang yang tidak pernah berhenti menghasilkan karya-karya terbaik.

Alasan itu pula yang membuat dia tidak tergugah untuk menetap di jakarta. Meski banyak hal yang membuatnya harus mengunjungi ibukota, Balawan tetap memilih pulang pergi ke Bali.

“Orang hidup itu harus fokus terhadap setiap langkah yang akan ditempuh,” ujar Balawan, ”kita selalu punya banyak pilihan, tetapi yang paling paling penting, kita tahu tujuan kita,” tambah laki-laki yang ingin menjadi musisi sejak kecil.

Pengalaman hidup telah mengajarkan seorang I Wayan Balawan untuk tetap pada jalur yang telah dia pilih. Dia bukan orang yang mudah merasa puas atas apa yang telah dikerjakannya. Dan semua itu bukan semata-mata soal materi.

“Kehidupan seseorang itu kan berputar, saat ini kita kaya, belum tentu akan selamanya,” ujarnya yang sudah memiliki dua buah album solo ini.

Perjalanannya untuk menjadi musisi bukan tanpa halangan. Ketertarikannya terhadap alat musik dan kemauannya untuk belajar, membawa Balawan belajar di Australia Institut of Music dengan program beasiswa.

Lima tahun berada di negeri Kangguru semasa kuliah, memperkaya pengetahuan Balawan akan musik. Kiprahnya sebagai gitaris di Australia tidak membuatnya lupa akan tanah air. Dengan kemampuannya, dia menyelipkan ‘aroma’ Indonesia dalam setiap penampilannya.

Bukan hanya soal musik, kecintaan Balawan terhadap Indonesia, membuatnya memperhatikan permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, yang paling mengkhawatirkan di Indonesia saat ini adalah masalah sampah anorganik. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan dan ketergantungan masyarakat terhadap plastik. Di negara lain, masih menurut Balawan, hampir semua toko tidak menggunakan plastik.

“Kebanyakan toko-toko diluar menggunakan kertas untuk tempat belanjaan, atau malah konsumennya membawa tempat sendiri,” ujar penyuka film horor ini.

Balawan menilai bahwa sebenarnya masyarakat tahu akan bahaya sampah plastik yang terus bertambah dan tidak dapat terurai, hanya saja kurangnya kesadaran untuk mengurangi hal tersebut.

“Seharusnya plastik yang sudah digunakan itu jangan langsung dibuang, tapi disimpan untuk digunakan kembali,” ujarnya serius.

Tetapi masalahnya, dengan kualitas plastik yang banyak dipakai, sulit untuk menerapkan hal itu. Penampakan plastik yang kurang menarik setelah satu kali pakai, membuat kebanyakan orang lebih memilih menggunakan plastik baru, kecuali untuk penggunaan tertentu seperti untuk tempat sampah.

Balawan berpendapat bahwa harus ada pengaturan dalam jumlah produksi plastik. Menurutnya, pabrik-pabrik tidak membuat plastik dalam jumlah yang banyak tetapi berkualitas, sehingga bisa digunakan lebih dari satu kali.

Namun Balawan sendiri menyadari, dia tidak punya wewenang untuk melakukan hal tersebut. Tetapi bukan berarti tidak ada yang dia lakukan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan. Sebisa mungkin Balawan menghindari penggunaan plastik, dan itu pula yang dia coba terapkan pada orang-orang sekelilingnya.



Indri Widyanti Guli

Monday, May 14, 2007

Dewi “Dee” Lestari

Menulis. Inilah kegiatan yang paling dekat dengan kehidupan seorang Dewi Lestari saat ini. Penyanyi yang pernah tergabung dalam Trio Vokal Rida Sita Dewi ini semakin dikenal oleh masyarakat luas setelah novel pertamanya, Supernova Satu, menjadi Best Seller.

Kemampuan ibu satu putra ini dalam hal tulis-menulis tidak perlu diragukan lagi. Dee, sapaan akrabnya, sudah sejak lama gemar menulis cerita, hanya saja karya-karyanya tidak ada yang dipublikasikan.

“Menulis itu membantu kita menemukan diri kita yang sejati, lewat setiap kisah yang kita tulis, apapun bentuknya, adalah perjalanan menemukan diri dan memaknai dunia,” ujar Dee saat menjadi pembicara dalam Pelatihan menulis di salah satu kampus di Bandung.

Selama beberapa tahun ini Dee sudah menghasilkan empat novel yang berbau sains. Dee menyadari hasil karyanya tersebut bukanlah bacaan yang ringan bagi orang-orang yang ingin membaca hanya untuk mendapatkan hiburan. Kendati demikian, banyak pula orang yang menyukai hasil tulisannya meski tak sedikit yang berkomentar tidak mengerti.

Menulis itu harus berani, begitu prinsip Dee. Menjadi kreatif adalah suatu tindakan yang berani. Menurutnya, menciptakan sesuatu adalah pengalaman misterius yang kenikmatannya tidak terukur. Bahkan tak jarang hasil kreasinya mengejutkan dirinya sendiri.

Pada dasarnya Dee adalah pembaca buku yang haus akan pengetahuan. Istri dari penyanyi Marcell ini banyak membaca buku non-fiksi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Dari kegemarannya membaca karya non-fiksi, menggelitik Dee untuk menghasilkan karya yang berkualitas.

“Bukan hanya hiburan, tapi juga mencerdaskan,” ujar anak keempat dari lima bersaudara ini.
Tentu bukan hal yang mudah untuk membuat sebuah tulisan yang 'berbobot'. Tetapi Dee menekankan kepada siapapun yang ingin menjadi penulis, bahwa yang paling penting dan dapat dilakukan adalah yakin kepada diri sendiri. “Believe it yourself,” ujar Dee membakar semangat puluhan peserta yang serius mendengarkan petuahnya.

Dee menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang lebih mengerti tulisan seseorang selain si penulisnya. Maka dari itu, sang penulis harus jadi motivator, kritikus, sekaligus penyemangat bagi diri sendiri. Jadi penulis harus rajin memberikan pujian dan penghargaan terhadap karyanya sendiri dan yakin bahwa dirinya mampu menjadi penulis.

“Kalau belum yakin juga, pura-pura aja yakin...” ujar Dee sambil tersenyum “kalau kita terus-menerus ragu sama diri sendiri, kita tidak akan mencoba, iya kan?” tambahnya.

Tetapi setelah semua itu, bukan berarti tidak ada hambatan dalam proses menulis. Dee mengibaratkan beberapa hambatan tersebut dengan karakter tokoh-tokoh dalam serial Unyil.

Dee menggunakan metode tersebut agar para peserta pelatihan lebih mudah memahami. Dia mengibaratkan tokoh Pak Raden sebagai sesuatu yang akan mengintimidasi pikiran sang penulis dengan berbagai tuntutan. Dee punya kiat sendiri untuk mengatasi hal tersebut, dia menyarankan kepada calon penulis agar berani untuk berbuat salah, konyol, atau acak-acakan dalam sebuah tulisan. Jika tuntutan Pak Raden sudah berhenti, itu adalah saat yang tepat untuk ikut berhenti dan mengoreksi kembali apa yang sudah ditulis.

“Rileks aja, kalau kita ingin sempurna pada awal proses justru sering menghalangi kita dari proses kreatif,” ujar Dee yang ingin berkolaborasi untuk membuat skenario dengan kakaknya, Key Mangunsong, yang seorang sutradara.

“Jangan takut berinovasi, membuat sesuatu yang aneh, kita harus mampu berekspresi dan membuat sesuatu yang beda, itulah jatidiri kita,” tambah Dee.

Menurut wanita berdarah Batak ini menulis bukan sekedar nongkrong berjam-jam di depan komputer atau mengisi lembar-lembar kosong. “Menulis itu proses menghidupkan dan mengembangkan kesadaran kita akan hidup ini,” tambahnya.

Dee yakin semakin sering menulis, seseorang akan semakin nyaman dan percaya diri dalam mengekspresikan perasaan dan keunikan dirinya pada dunia. Keyakinan itu pula yang membuat dirinya berani meluncurkan sebuah buku berjudul Filosofi Kopi tahun 2006 lalu. Buku tersebut merupakan kumpulan cerpen yang dia tulis selama kurun waktu sepuluh tahun.

“Sebenarnya masih banyak naskah saya yang belum keluar kandang, tapi saya janji akan mempublikasikannya,” ujar penulis yang tahun ini berencana meluncurkan buku kedua yang berisikan kumpulan cerpen.

Namun buku yang diberi judul Rectoverso ini sedikit berbeda dengan Filosofi Kopi. Sesuai dengan arti kata Rectoverso yang berarti cermin, Dee mengungkapkan bukunya kali ini merupakan fiksikalisasi musik, cerita-cerita yang ada di dalamnya adalah cerminan dari lagu-lagu yang dia tulis. Lagu-lagu tersebut dia kemas dalam bentuk CD yang akan dijual bersamaan dengan bukunya.

Bukan Dewi Lestari namanya jika tidak membuat kejutan dengan karya-karyanya. Dia selalu ingin menyuguhkan sesuatu yang lain daripada yang lain. Bernyanyi, menulis, membuat lagu. Dan kini ketiga hal tersebut ada dalam satu paket.

“We have to come as a surprise, kita harus datang dengan sebuah kejutan,” ujarwanita kelahiran Bandung 31 tahun silam mengutip kata-kata Al Pacino dalam film Devil’s Advocate.

Memang banyak kejutan dalam hidup ibu dari Keenan Avalokita Kirana ini. Setelah dia dan suaminya memilih untuk menganut agama Budha, tahun lalu penyanyi yang sudah memiliki satu buah album solo ini memutuskan untuk berpola makan vegetarian.

Keputusan tersebut bukannya tanpa pertimbangan, banyak alasan yang membuat Dee mengambil langkah tersebut.. Awalnya Dee menemukan banyak hubungan antara pola makan dunia dengan krisis lingkungan dan gizi, dan pola makan yang buruk akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Mengetahui hal itu, wanita yang selalu menyempatkan berolah raga ini ingin berkontribusi terhadap penyelamatan
lingkungan dengan cara yang dia bisa.

Selain itu, Dee juga merasakan manfaat yang besar dari kebiasaan barunya itu. Wanita yang kini tinggal di Bandung bersama sang suami tercinta, merasa daya tahan tubuhnya meningkat. Dee menambahkan tekadnya untuk menjadi vegetarian semakin bulat karena suaminya dan juga Keenan sudah menjadi vegetarian lebih dulu. Sejak umur satu tahun, putra semata wayangnya itu tidak mengkonsumsi daging.

“Dia menolak daging apapun dalam makanannya, kalau sudah keburu masuk mulut, pasti dia keluarin lagi,” lanjut Dee.

Jika dilihat sekilas, seorang Dewi Lestari sama seperti wanita pada umumnya. Tetapi di balik itu, tersimpan pemikiran-pemikiran yang dalam dan matang mengenai hidup. Dee banyak mengisi waktunya untuk melamun, merenung, dan mengamati.

“Sebagai seorang penulis berarti menjadi seorang pengamat yang baik,” ujar Dee mantap. Menurutnya, observasi membawa wanita berambut pendek ini kedalam proses berpikir dan perenungan. “Dari situlah seseorang bisa mencipta dan berefleksi,” Dee menambahkan.

Kesibukan dan segala aktifitasnya tidak membuat Dee melupakan kegiatan keagamaan. Bulan ini Dee berangkat ke Hongkong untuk kegiatan keagamaan.
“Saya tujuh hari di Hongkong untuk retreat meditasi dengan Bhikku YM Thich Nhat Hanh dari Prancis,” ungkap Dee yang hanya ingin berkonsentrasi di tempat meditasi di Hongkong.

Menurut Dee, spiritualitas adalah muara terakhir seorang manusia, “orang akhirnya akan berkumpul disana sekalipun saat ini kita mungkin lebih tertarik pada minat-minat duniawi,” ujar Dee yang tahun ini juga berencana meluncurkan Supernova dengan judul Partikel.


Dari Dee untuk Lingkungan


Tidak banyak yang bisa menerka hubungan erat antara vegetarian dengan penyelamatan lingkungan, tetapi Dee memiliki argumentasi, analisa dan pengetahuan yang mendalam mengenai hal tersebut.

“Saya ngga tega melihat hewan-hewan dijagal,” itu hanyalah alasan sederhana pemicu dirinya untuk tidak lagi mengkonsumsi makanan dari hewan.

Tetapi melalui penelusurannya, Dee menemukan banyak hal yang terkait antara pola makan dunia dengan kerusakan lingkungan, hal yang jarang terpikir oleh orang lain. Dee mengatakan bahwa di beberapa negara di dunia, sebagian besar hasil perladangan bukan untuk memberi makan manusia, seperti Amerika yang 80% hasil panen gandum dan jagung diberikan kepada hewan ternak karena ada tuntutan industri daging.

Lalu apa kaitannya?Wanita yang sedang concern pada masalah lingkungan ini menambahkan bahwa ekskresi pada populasi hewan 130 kali lipat dibandingkan ekskresi yang dihasilkan populasi manusia. Hal itu berarti industri daging menyumbang besar dalam polusi udara, air, dan tanah karena hewan ternak, dalam hal ini sapi, merupakan penghasil metan dalam skala besar. Siap-siap hujan asam.

Populasi hewan ternak yang tinggi itu sendiri, masih menurut Dee, dikarenakan ketergantungan manusia pada pola makan daging. Sedangkan untuk memproduksi 1 kilo daging dibutuhkan 25.000 liter air, dan itu 200 kali lipat dibandingkan air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kilo kedelai, begitu juga dalam hamburger. Dalam prosesnya dibutuhkan lahan sebesar lapangan sepak bola, sementara dengan luas lahan sama kita bisa memproduksi berkilo-kilo kedelai.

“Jadi singkat kata, dengan menjadi vegetarian, kita telah membuat pilihan yang sangat berarti bagi lingkungan dan sesama,” tambah Dee.

Usaha Dee melestarikan lingkungan tidak hanya dibuktikan melalui pencegahan semakin besarnya industri daging, dengan tidak mengkonsumsinya. Melalui kemampuannya menulis, saat ini Dee berusaha menulis artikel di media massa mengenai permasalahan tersebut. Dee berharap apa yang dia lakukan akan memberikan pengaruh, setidaknya menggerakan orang untuk lebih sadar lingkungan.
“Di taman rumah, saya menanam pohon sebanyak-banyaknya, saya juga membuat kompos sendiri,” ujar Dee yang ingin mengurangi beban sampah kota.




Indri Widyanti Guli

Organic Vegetables-Melly Manuhutu

Pukul 12 siang, di kios mungil di bilangan Jakarta Selatan, Melly Manuhutu nampak sibuk mengemas sayuran-sayuran segar sesuai daftar pesanan yang tercantum di salah satu dinding ruangan berukuran 3m x 3 m itu. Organic Vegetables, itulah bisnis yang hampir 4 tahun ini Melly jalani. Berawal dari kebutuhannya akan makanan organik, kini Melly serius menjalani bisnis ini.

Melly merasakan sendiri khasiat dari mengkonsumsi sayuran organik. Sampai menginjak usia 25 tahun, wanita berambut ikal ini sering terserang penyakit seperti pilek dan batuk, daya tahan tubuhnya lemah terhadap perubahan cuaca. Namun setelah mengikuti saran dokter untuk mengkonsumsi makanan sehat dan bervitamin tinggi, Melly tak lagi mudah terserang penyakit.

“Makanan organik itu kandungan vitaminnya tinggi dibandingkan dengan makanan yang sudah terkontaminasi bahan-bahan kimia, makanya badan jadi lebih sehat, dan efeknya bagus juga untuk kulit, kelihatannya jadi lebih segar, dan rasanya juga lebih enak loh,” ujar wanita berdarah Ambon ini.

Awalnya Melly mengenal makanan organik hanya terbatas sayuran saja, tapi ketertarikannya terhadap hal tersebut membuat dia mencari tahu banyak hal mengenai bahan-bahan makanan organik, sampai akhirnya dia juga mengkonsumsi beras, telur ayam, sampai kecap yang terbuat dari bahan-bahan organik.

“ Saya taunya dari petani dekat rumah, kalau ternyata makanan organik itu bukan hanya sayuran,” Melly menambahkan.

Tempat tinggalnya bersama Prakaca Kasmir, sang suami, dekat dengan perkebunan organik, hampir setiap hari Melly melihat petani yang sedang panen sayuran membuatnya tertarik untuk membantu memasarkan sayuran-sayuran tersebut, bahkan sering pula Melly turun langsung ke kebun untuk memilih sendiri sayuran yang diinginkannya.

“ Awalnya saya hanya menawarkan jasa pemesanan sayuran organik kepada teman-teman saja, tapi ternyata banyak juga yang berminat karena pasokan sayuran organik masih susah didapat dan harganya lebih mahal dari harga sayur biasa, akhirnya tahun 2003 saya memutuskan untuk buka toko, dan sebisa mungkin dengan harga yang tidak terlalu tinggi,” ujar ibu satu putri itu.

Setiap pagi Melly memilih sayuran yang akan dibawa ke toko sayuran organik miliknya. Perjalanan Cisarua-Jakarta yang setiap hari harus ditempuhnya tidak menjadi alasan bagi wanita hitam manis ini menghentikan usahanya, dia tidak ingin mengecewakan para pelanggannya yang selalu membutuhkan supply sayuran organik dari tokonya, mulai dari bayam, brokoli, jagung, buncis, wortel, tomat, hingga bawang merah dan bawang putih. Di toko ini juga tersedia beras, sereal dan juga kecap organik.

Menurut Melly, kepuasan pelanggan adalah nomor satu. Walaupun toko organik miliknya bukanlah toko besar tetapi Ibu dari Kacame Lyv Prakaca ini selalu mengutamakan kualitas. Sayuran-sayuran yang dijual di toko miliknya selalu baru, dan semuanya produk lokal sehingga harganya tidak terlalu tinggi.

Saat ini Melly tidak hanya bermitra dengan perkebunan di cisarua, untuk beras organik dan kecap mendapat pasokan dari Jawa Tengah, dan untuk ayam dan telur organik Melly mempercayakan kepada peternakan di Jagakarsa.

Wanita yang mengawali kariernya di jajaran selebritis Indonesia lewat pemilihan Gadis Sampul tahun 1990 ini berusaha keras mempopulerkan makanan organik di kalangan rekan se-profesinya maupun ke masyarakat luas.

Ngga mudah loh mengajak orang lain untuk mengkonsumsi makanan organik, karena banyak orang yang berpikiran makan sayur itu kan ngga enak, apalagi sekarang ini kan banyak orang yang sudah ketergantungan dengan junk food yang rasanya jauh lebih enak padahal kandungan gizinya sedikit.” Ungkap penyanyi yang bercita-cita ingin menjadi Dokter ini.

Melly tidak memungkiri bahwa bisnis yang sedang dia jalani belum mengalami kemajuan yang melesat, saat ini potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, dan perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, membuat petani enggan memproduksi komoditas tersebut. Hal ini menyebabkan pengadaan bahan-bahan organik masih sangat minim. Kebanyakan petani menggunakan pestisida, insektisida, dan pupuk-pupuk berbahan kimia demi mendapatkan hasil panen yang lebih bagus penampakan luarnya, dan demi menghindari serangan hama.

Walaupun demikian bungsu dari empat bersaudara ini yakin prospek kedepannya akan semakin baik jika semakin banyak masyarakat yang mengerti akan khasiat makanan organik.

Tahun 2005 Melly menulis sebuah buku berjudul Bertanam Sayuran Organik bersama Melly Manuhutu. Dengan profesinya sebagai public figure, Melly berharap bisa memberikan inspirasi kepada masyarakat Indonesia.

“Saya pengen punya toko organik yang besar dan lengkap, dan semuanya lokal, mungkin Pemerintah bisa lebih serius untuk mengenalkan kepada masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi makanan sehat dan bebas dari bahan-bahan kimia yang bisa merusak tubuh kita, ” ujar Melly yang kini tengah mengandung anak keduanya.

Melly berharap tahun depan dia sudah bisa membuka toko organik yang besar dan lengkap seperti impiannya. Untuk mewujudkannya, saat ini Melly sedang giat mencari tahu lebih banyak lagi mengenai bahan pangan organik dari Indonesia. Jika sebelumnya produk gula dan garam organik hanya di dapat dari luar negeri, Melly optimis tahun ini bisa menyediakan produk gula dari dalam negeri.

“ Saya sudah ketemu dengan petani tebu di Indonesia, dia sedang berupaya membuat produk gula tebu organik, mungkin akhir tahun ini bisa panen dan diproduksi,” ujar Melly dengan wajah sumringah.

Selain itu, Melly juga berencana akan menyediakan daging sapi organik, tetapi saat ini belum banyak orang yang tahu dan yakin dengan kualitas, rasa, serta keaslian daging sapi organik tersebut, apakah benar-benar menggunakan pakan yang organik atau tidak. Namun Melly tidak menyerah untuk meyakinkan para pelanggannya agar mengkonsumsi juga daging sapi organik karena rasa dan kesehatannya terjamin.

Ada kepuasan tersendiri bagi Melly jika mengetahui produk-produk organik yang baru, apalagi jika dia bisa membagi informasi tersebut kepada para pelanggannya. Dia hanya ingin menambah variasi makanan organik yang bisa di konsumsi oleh orang-orang yang mementingkan kesehatan seperti dirinya. Hal itulah yang membuat wanita yang berusia 32 tahun ini bertahan di bisnis organik, bukan berharap keuntungan yang besar semata.

“ Ini tuh istilahnya bisnis idealis, butuh mental dua kali lipat untuk bertahan di bisnis ini, saya ngga’ terlalu memikirkan mengenai keuntungan dari bisnis ini, saya cuma’ pengen membuat orang lain sehat sebisa saya,” ujar Melly yang mengaku sabar dengan bisnis ini.

Berkat kesabaran dan ketekunannya itulah, Melly mendapatkan penghargaan dari Departemen Pertanian sebagai orang yang mempopulerkan makanan organik dalam “Enterpreuneur Agribusiness Award 2004”. Tentu saja Melly tidak pernah berharap mendapatkan penghargaan atas usahanya itu, karena semua yang dia lakukan hanya ingin membuat orang lain sadar akan pentingnya makanan sehat.

Penyanyi yang sudah merilis 3 album ini juga menerapkan kebutuhan akan makanan sehat kepada seluruh anggota keluarganya, termasuk putrinya yang baru berusia 18 bulan. Sejak dalam kandungan Kacamei sudah terbiasa dengan makanan organik yang dikonsumsi oleh sang bunda. Setelah usianya cukup untuk mengkonsumsi makanan selain ASI, Kacamei dibiasakan juga untuk mengkonsumsi makanan organik, mulai dari nasi, sayur, telur dan juga buah.

“ Untungnya anak saya ngga’ rewel soal makanan, mungkin karena terbiasa dengan makanan organik dari masa kandungan, sekarang ini dia jadi suka makan sayuran, ngga’ pilih-pilih seperti anak kecil pada umumnya, jadi saya yakin walaupun perawakan anak saya kecil, bukan berarti dia tidak sehat, karena pasokan gizinya selalu saya perhatikan, buktinya dia jarang sakit, ” ujar Melly.

“ Tapi saya heran, kehamilan saya yang kedua ini saya pengen makan daging terus, bawaan orok kali ya...” tambah Melly sambil tersenyum.

Walaupun demikian, Melly tetap mengkonsumsi makanan organik dan menjaga keseimbangan gizi pada makanan yang dia konsumsi. Terlepas dari laki-laki atau perempuan, yang jelas Melly ingin anak yang sudah 5 bulan berada dalam kandungannya itu sehat, normal dan terbiasa dengan makanan organik seperti putri pertamanya.

Perhatian yang penuh terhadap keluarganya membuat Melly tidak lagi terlihat di dunia entertaint . Sejak kehamilannya yang pertama, Melly beristirahat total dari aktifitasnya di dunia hiburan. Tetapi Melly berjanji setelah anak keduanya lahir nanti, dia akan meneruskan kembali karier yang sempat tertunda.

“ Mudah-mudahan tahun depan saya bisa mulai nyanyi lagi, soalnya banyak juga yang udah nanyain dan minta saya tampil lagi,” ujar penyanyi yang ingin menyelesaikan kontraknya dengan SonyBmg untuk album berikutnya ini.


Oleh: Indri Widyanti Guli

Friday, May 11, 2007

BRAGA

PILI proudly present the one and only.....

BRAGA
Business, Conservation, n' Lifestyle Magazine
Februari 2007...
saya mulai dididik untuk menjadi seorang jurnalis, bukan hanya saya sendiri tentunya,
Beberapa teman yang laen, yg juga ada di tempat ini, sedikit demi sedikit mulai merintis karir menjadi wartawan,
Entah kekuatan dari mana, tapi kami sangat yakin bahwa kami mampu untuk menjadi seorang jurnalis yang baik!!!
Idealisme dari seorang Kafil Yamin berusaha menjalari pikiran kami,
Tak ada yang menyebut-nyebut nama seseorang sebagai pencetus ide untuk membuat majalah, tapi kami semua antusias untuk mewujudkannya, mungkin karena ini adalah hal yang baru bagi kami,
Saya sendiri??dulu memang saya sempat ingin menjadi seorang jurnalis, tapi orangtua mengkhawatirkan resiko pekerjaan, jadi saya manut saja...
Tetapi bukan berarti kesempatan yg ada di depan mata sekarang harus disia-siakan begitu saja,
Tidak ada salahnya mencoba kan?